ketika kita mendengar rusia tentu
terbayang tentu terbayang pada kita tentang sebuah negara yang dulunya besar
atau kita langsung terbayang dengan uni soviet. Ya Rusia merupakan salah satu
Negara pecahan dari uni soviet. Namun pernahkan saudar tahu tentang suatu hal yang
lebih penting yaitu pekembangan agama islam di sana. Para pakar yang
berkonsentrasi pada wilayah Asia tengah, memprediksikan Rusia akan berubah
menjadi negara Islam di sekitar tahun 2050 nanti. Mereka berharap negara
seperti Mesir terus merangkul negara-negara persemakmuran Rusia yang
berpenduduk muslim yang mencintai serta menjaga nilai-nilai Islam dan budaya
Arab. Dari negara mereka telah lahir para ulama ternama di berbagai bidang ilmu
keislaman, seperti Imam Bukhari dan Tirmizi, serta ulama lainnya yang banyak
memberikan pengaruh dan kontribusi kepada dunia Islam.
Muhammad Salamah, spesialis Asia
Tengah dan negara persemakmuran Rusia dalam seminar di Markas Kebudayaan Abdul
Mun’im Al Showi di Kairo dengan tema, “Negeri Imam Bukhari dan Kekayaan yang
Terpendam di dalamnya” mengatakan, puluhan pengkaji akademisi di Rusia telah
menyimpulkan, berdasarkan perkembangan yang terlihat dari negara-negara muslim
pecahan Uni Soviet ini, maka pada tahun 2050 nanti negara Rusia diprediksikan
akan menjadi bagian dari negara Islam
Perkembangan itu secara signifikan
terjadi di Rusia, dari segi populasi misalnya, jumlah muslim di Rusia kini
mencapai 25 juta jiwa, yaitu 20% dari jumlah total penduduk. Para cendikiawan
gereja Ortodox yang berada di negeri itu pun dikabarkan merasa khawatir,
melihat perkembangan Islam yang begitu pesat, mereka bahkan menyebut Islam
sebagai agama yang mengancam esksistensi agama mereka di sana.
Salamah kemudian menambahkan, sejak
20 tahun lalu dirinya terus mengamati perkembangan Islam di Rusia, semenjak
muslim di sana berada di bawah pemerintahan yang komunis dan mengalami
masa-masa pengekangan, seperti dilarangnya membawa mushaf Al Qur’an,
masjid-masjid di tutup, hingga akhirnya sekarang, muslim Rusia telah
mendapatkan hak-hak mereka dengan baik. Dan Islam pun kini menjadi agama kedua
di negeri itu.
Salamah kemudian bercerita tentang
upayanya menyebarkan Islam, ia mendirikan sebuah Universitas Islam di Moskow,
dan mengajarkan tentang apa itu agama Islam, termasuk kepada para politisi
senior negeri itu, diantaranya adalah Pladimar Putin, Perdana Menteri Rusia
sekarang.
Dubes Mesir untuk Tajikistan;
sebuah negara muslim pecahan Uni Soviet kemudian menceritakan akan semangatnya
nilai keislaman di sana, diantaranya dengan diadakannya perayaan hari kelahiran
Imam Abu Hanifah pada tahun 2009 lalu, pemerintah setempat kemudian mengundang
para ulama dari berbagai negara anggota OKI yang dipimpin langsung oleh Syeikh
Al Azhar, mereka kemudian dijamu langsung oleh Presiden Tajik, Ali Rakhmonov.(eramuslim.com)
RUSIA, Dagestan Negeri Islam
Menurut The Caspian Sea Encyclopedia (Igor S.
Zonn), nama Dagestan berasal dari bahasa Turki. Dag berarti
"gunung" dan stan adalah imbuhan Persia yang berarti
"daratan." Maka Dagestan memiliki arti "daratan (tempat)
gunung-gunung. Dagestan adalah sebuah kawasan yang memiliki keragaman etnis
yang kaya, dengan puluhan kelompok etnis dan subetnis hidup di dalamnya. Amri
Shikhsaidov dalam situs www.ca-c.org mengutip pandangan umum yang menyebut
negara tersebut dihuni oleh lebih dari 30 kebangsaan.sebanyak 90,6 persen
populasi Dagestan adalah Muslim, sementara Kristen dipeluk oleh 9,4 persen
sisanya. Data lainnya menyebutkan, terdapat sejumlah kecil pemeluk agama Yahudi
di negara tersebut. (Data Wikipedia)
Menurut Amri Shikhsaidov
(profesor dan ketua Departemen Naskah Oriental pada Institut Sejarah,
Arkeologi, and Etnografi, Dagestani Scientific Center) menuliskan, Islam telah
menjadi satu dari sejumlah faktor penting dan berpengaruh bagi kehidupan sosial
politik di Dagestan. Ia bahkan menekankan dalam tulisannya, Islam in Dagestan,
berbagai situasi di negara itu tidak lagi dapat dipahami di luar konteks agama.
Ilmuwan politik menggambarkan Dagestan sebagai republik yang paling terislamkan
di antara negara-negara federasi Rusia. Dan Shikhsaidov mengatakan pernyataan
itu tidak berlebihan.
Proses islamisasi
di kawasan Dagestan dimulai sejak sekitar 1.000 tahun yang lalu, di sebuah
wilayah kecil di Kaukasus timur laut. Pada abad ke-16, Islam menyandang status
sebagai agama resmi di seluruh wilayah Dagestan, termasuk bagi berbagai aliansi
masyararakat pedesaan di negara tersebut. Hal itu dimungkinkan oleh kegigihan
pasukan asing dari Arab, Turki (terutama Turki Seljuk), Mongol, Persia, dan
lainnya dalam memberlakukan kebijakan islamisasi. Hasilnya adalah berdirinya
sekolah-sekolah Syafi'i dan Sunni di Dagestan.
Shikhsaidov menambahkan, fakta
penting lainnya yang harus diakui adalah bahwa Sufisme telah menjadi sebentuk
keseharian di negara tersebut. Dalam sejarah bangsa Dagestan, Islam menjadi
bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari budaya mereka. Hal itu paling
jelas terlihat pada abad 19, yakni dalam perjuangan pembebasan yang dipimpin
Shamil (ulama-mujahid yang hidup antara 1797 hingga Maret 1871), serta
pemberontakan pada 1877.( REPUBLIKA.CO.ID)
Sejarah Dagestan
mencatat awal tahun 1980-an hingga abad 20 sebagai era kejayaan atheisme. Pada
masa itulah nilai-nilai dan pengalaman-pengalaman yang berkaitan dengan agama
ditolak. Penolakan itu berakibat runtuhnya kebudayaan berbasis agama di
Dagestan, serta tercabutnya akar agama itu sendiri.Kala itu, penguasa Rusia
meninggalkan praktik-praktik ritual dan pendidikan Islam, serta hanya sedikit
mencampuri sistem peradilan (yang mempertahankan masjid-masjid, sekolah-sekolah
umum/agama, dan pengadilan syariah). Di masa yang sama, formasi sosial-ekonomi
yang baru mulai dibentuk pada Oktober 1917. Formasi itu memperkecil peradaban
Islam dan menyingkirkannya secara keseluruhan dari lingkungan negara, kehidupan
ekonomi politik, dan keseharian serta praktik-praktik ritual masyarakat
Dagestan.
Terbentuknya Pemerintahan Soviet menandai sebuah sikap baru terhadap agama.
Bolsheviks (faksi dari sebuah partai Rusia berpaham Marxisme) menekan para
ulama dan menutup masjid serta madrasah. Menurut informasi yang dikutip
Shikhsaidov, sebelum revolusi, Dagestan memiliki sekitar 10.000 sekolah Muslim
yang berfungsi. Jumlah tersebut mencakup 2.311 madrasah resmi, 1.700 masjid,
5.000 orang mullah, dan 7.000 muta'allim(siswa Islam).
Masjid-masjid memiliki sekitar 35-100 hektar tanah wakaf. Pada 1988, hanya
tersisa sekitar 27 masjid yang berfungsi dan, menurut statistik resmi, tidak
satu pun madrasah atau maktab tersisa. Tidak pula institusi pelatihan ulama
atapun sekolah Alquran dan bahasa Arab. Sekolah-sekolah Muslim di sejumlah desa
di Dagestan (terutama di Aar, Dargin, dan distrik-distrik Kumyk) yang bertahan
mengajarkan Alquran dan bahasa Arab secara sembunyi-sembunyi.Lalu, pengesahan
hukum tentang Kebebasan Organisasi Hati Nurani dan Agama oleh USSR Soviet pada
1990 dan oleh Soviet Republik Dagestan pada Mei 1991 membuka tahap baru proses
re-islamisasi negara tersebut. Proses itu ditandai oleh pembukaan
bangunan-bangunan agama.Juli 1995, terdapat 25 madrasah pendidikan ulama dan
1270 masjid di Dagestan. Lebih dari 850 diantara masjid-masjid itu resmi dan
terdaftar. Bersama bangunan masjid-masjid itu, ada 650 sekolah dan kelompok
Islam yang melatih pemuda tentang dasar-dasar agama, ditambah 2.200 imam dan
muazin. Subhanallah.(era muslim)